Kamis, 16 Mei 2013

Input Data GPS

Input data hasil survey lapang dari GPS, biasanya berupa titik-titik / waypointsdan garis /  track. Data-data ini  dapat langsung  di transfer ke komputer dengan menggunakan beberapa  Software seperti Map Source dan OziExplorer. Cara lain untuk memasukkan data berupa koordinat dari titik-titik / waypoints tersebut ke dalam ArcMapadalah dengan  menggunakan tool Add XY Data.  Format data yang dimasukkan bisa berupa Ms. Excel ataupun Text.



Standar Pembuatan Peta


SNI 19-6502.1-200  Spesifikasi Teknis Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:10.000

Abstrak:

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang dalam hal ini  bertugas dan berfungsi sebagai pembuat peta untuk seluruh Indonesia berkewajiban  untuk membuat standarisasi peta sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dari  Badan Standardisasi Nasional (BSN). Untuk itu Bakosurtanal menerbitkan standar  nasional ini sebagai hasil dari spesifikasi di dalam pembuatan Peta Rupabumi Indonesia skala 1 : 10.000.

Standar Nasional Indonesia ini dilaksanakan untuk mendukung persiapan dalam menjalankan otonomi daerah yang telah dituangkan dalam Undang-undang No. 22, Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 10, Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta dan Perencanaan Tataruang Nasional.

SNI 19-6502.2-2000 Spesifikasi Teknis Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000

Abstrak:

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang dalam hal ini bertugas dan berfungsi sebagai pembuat peta untuk seluruh Indonesia berkewajiban untuk membuat standarisasi peta sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Untuk itu Bakosurtanal menerbitkan standar nasional ini sebagai hasil dari spesifikasi di dalam pembuatan Peta Rupabumi Indonesia skala 1 : 25.000.
Standar Nasional Indonesia ini dilaksanakan untuk mendukung persiapan dalam menjalankan otonomi daerah yang telah dituangkan dalam Undang-undang No. 22, Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 10, Tahun 2000  tentang Ketelitian Peta dan Perencanaan Tataruang Nasional.

SNI 19-6502.3-2000 Spesifikasi Teknis Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:50.000

Abstrak:

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang dalam hal ini bertugas dan berfungsi sebagai pembuat peta untuk seluruh Indonesia berkewajiban untuk membuat standarisasi peta sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Untuk itu Bakosurtanal menerbitkan standar nasional ini sebagai hasil dari spesifikasi di dalam pembuatan Peta Rupabumi Indonesia  skala 1 : 50.000.
Standar Nasional Indonesia ini dilaksanakan untuk mendukung persiapan dalam menjalankan otonomi daerah yang telah dituangkan dalam Undang-undang No. 22, Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 10, Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta dan Perencanaan Tataruang Nasional.

SNI 19-6502.4-2000 Spesifikasi Teknis Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:250.000

Abstrak:

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang dalam hal ini bertugas dan berfungsi sebagai pembuat peta untuk seluruh Indonesia berkewajiban untuk membuat standarisasi peta sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dari Badan Standardisasi Nasional (BSN). Untuk itu Bakosurtanal menerbitkan standar nasional ini sebagai hasil dari spesifikasi di dalam pembuatan Peta Rupabumi Indonesia  skala 1 : 250.000.

Standar Nasional Indonesia ini dilaksanakan untuk mendukung persiapan dalam menjalankan otonomi daerah yang telah dituangkan dalam Undang-undang No. 22, Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 10, Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta dan Perencanaan Tataruang Nasional.

SNI 19-6724-2002 Jaring Kontrol Horizontal

Abstrak:

Jaring kontrol horizontal merupakan sekumpulan titik kontrol horizontal yang satu sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem referensi koordinat horizontal tertentu.
Standar ini meliputi ruang lingkup, istilah  dan definisi, klasifikasi, konvensi, dan spesifikasi teknis dari pembangunan dan pengembangan jaring titik kontrol geodetik horizontal nasional. 

SNI 19-6725-2002 Peta Lingkungan Bandar Udara Indonesia Skala 1:25.000

Abstrak:

SNI tentang Peta lingkungan bandar udara Indonesia (LBI) skala 1:25 000 ini merupakan usaha untuk menyeragamkan pembuatan peta LBI dan mempermudah bagi para pemakai dalam membaca dan memahami unsur-unsur data dan informasi yang tertuang dalam peta LBI.  

Standar ini merupakan panduan dan pedoman untuk memproduksi peta LingkunganBandar Udara Indonesia (LBI) skala 1:25000, yang meliputi aturan umum, unsur-unsur yang harus/perlu disajikan, cara penyajian dan reproduksi peta.

SNI 19-6726-2002 Peta Dasar Lingkungan Pantai Indonesia Skala 1:50.000    

Abstrak:

Standar Nasional Indonesia ini merupakan usaha realisasi program jangka panjang dalam pembuatan peta dasar LPI seluruh  wilayah pantai Indonesia skala 1:50.000 sebanyak lebih kurang 1200 Nomor Lembar Peta (NLP). Pedoman ini merupakan salah satu realisasi penyediaan standar nasional untuk pembuatan peta dasar LPI. Standar ini meliputi ketentuan, unsur-unsur yang harus/perlu disajikan, cara penyajian dan reproduksi peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:50 000. Tujuan pedoman ini adalah untuk menyajikan spesifikasi yang standar tentang pembuatan peta dasar Lingkungan Pantai Indonesia skala 1:50 000 bertaraf nasional.

Peta Dasar Lingkungan Pantai Indonesia Skala 1:250.000

Abstrak:

Standar Nasional Indonesia tentang Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:250.000 ini menyajikan spesifikasi tentang pembuatan peta dasar LPI skala 1:250.000 bertaraf nasional. Standar ini meliputi ketentuan, unsur-unsur yang harus/perlu disajikan, cara penyajian dan reproduksi peta dasar lingkungan pantai Indonesia (LPI) skala 1:250 000.

SNI 19-6728.1-2002 Penyusunan Neraca Sumber Daya –  Bagian 1: Sumber Daya Air Spasial

Abstrak:

Standar Nasional Indonesia ini merupakan penyempurnaan dari petunjuk teknis neraca sumber daya air yang dihasilkan pada tahun 1991 dan telah beberapa kali di revisi terakhir kali pada tahun 2001. Penyusunan neraca sumber daya air di latar belakangi oleh kenyataan bahwa pembangunan yang selama ini dilaksanakan belum memperhitungkan dampak samping dari kegiatan pembangunan.

Standar ini meliputi ruang lingkup, istilah dan definisi, persyaratan dan penyajian peta.Standar ini merupakan salah satu pedoman teknis kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian berbagai data serta informasi air.

SNI 19-6728.2-2002 Penyusunan Neraca Sumber Daya –  Bagian 2: Sumber Daya Hutan Spasial

Abstrak:

Standar Nasional Indonesia (SNI) Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 2: Sumber daya hutan spasial ini merupakan penyempurnaan dan penyajian dalam format SNI dari petunjuk teknis neraca sumber daya hutan spasial yang dihasilkan pada tahun 1991 dan telah beberapa kali direvisi, terakhir direvisi pada tahun 2001.

Standar ini menentukan pedoman untuk penyusunan neraca sumber daya hutan spasial. Standar ini meliputi pendahuluan, ruang lingkup, acuan, istilah dan definisi, persyaratan, klasifikasi, metode dan penyajian peta.


SYMBOLOGY


SYMBOLOGY

Layer-layer yang dimasukkan ke dalam ArcMap disimbolkan secara default sebagai single symbol.
Artinya satu layer hanya memiliki simbol/warna yang sama untuk semua objeknya.
Untuk mengubah simbol/warna layer tertentu, klik langsung pada simbol titikgaris, atau area yang berada dibawah tulisan layer.

Pilih simbol, ukuran, dan warna , yang diinginkan.
.
Untuk mengatur symbology dalam satu layer supaya menjadi lebih beragam berdasarkan kategori tertentu, klik kanan pada layer tsb -> Properties -> Symbology.
Pilih bagian Category -> Unique Values1. Pilih Value Field2 berdasarkan kolom yang akan dijadikan kategori.
Klik Add All Values3 untuk menampilkan semua kategori dari kolom terpilih.  Ganti Color Rampuntuk alternatif kelompok warna lain. Klik Ok atau Apply.
Simbology berdasarkan Category biasanya digunakan untuk data-data kualitatif seperti administrasi, jenis jalan, hierarki kota, guna lahan, komoditas unggulan, dsb.

.
Selain Category, terdapat pula symbology berdasarkan Quantities yang diterapkan pada data-data kuantitatif  seperti jumlah & kepadatan penduduk, PDRB Provinsi/ Kabupaten, ketinggian lahan, curah hujan,  produksi pangan, nilai investasi, dsb.
Masukkan data jabar_pop.shp.
Klik kanan pada layer -> Properties -> Symbology -> Quantities – Graduated colors1.
Pilih kolom yang akan dikuantifikasi pada bagian Field Value2.  Atur jumlah kategori dengan mengubah  nilai Classes3. Pilih Color Ramp4 yang diinginkan. Untuk merapikan nilainya, cukup ketik nilai batas atas tiap kelas pada kolom Range5. Klik Ok atau Apply.

.
Symbology berdasarkan Quantities tidak hanya terbatas pada gradasi warna saja, tetapi juga bisa divisualisasikan dengan perbedaan ukuran simbol (Graduated Symbols/ Proportional Symbols) atau kepadatan titik (dot density).

.
Jika data kuantitatif terdiri dari beberapa kolom, maka dapat dibuat diagram perbandingan antar kolom tersebut dalam format pie, bar, atau stacked chart. Misal pada data jumlah penduduk jawa barat tahun 1980, 1990, 1995, dan 1998 sebagai berikut.

.
.
LABEL
Untuk membuat peta menjadi lebih informatif, peta perlu diberikan label yakni unsur text yang menerangkan objek-objek dalam peta.
Pengaturan dapat dilakukan dengan klik kanan pada layer -> Properties -> Labels.
Centang bagian kiri atas1 untuk memunculkan label.
Ubah label field2 dengan kolom yang sesuai. Ganti Text Symbol3 sesuai preferensi masing-masing. Klik Ok atau Apply.



Sumber : http://gislearning.wordpress.com/2012/04/28/simple-symbology-and-labeling/

DIGITASI PETA

Digitasi peta adalah proses mengubah peta dari format raster ke format vektor. Dalam arc gis terdapat pilihan data dalam bentuk: titik, polyline, polygon.

Hasil digitasi peta :



Jumat, 03 Mei 2013

resume praktikum PCD

KOREKSI GEOMETRIK


Koreksi geometrik adalah koreksi posisi citra akibat kesalahan yang disebabkan oleh konfigurasi sensor, perubahan ketinggian, posisi, dan kecepatan wahana. Koreksi geometrik mutlak dilakukan apabila posisi citra akan dioverlay dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta (Katiyar et. al. 2002).



GCP (Ground Control point) atau titik kontrol tanah adalah proses penandaan lokasi yang berkoordinat berupa sejumlah titik yang diperlukan untuk kegiatan mengkoreksi data dan memperbaiki keseluruhan citra yang akhirnya disebut sebagai proses rektifikasi. GCP terdiri atas sepasang koordinat x dan y, yang terdiri atas koordinat sumber dan koordinat referensi. Koordiant-koordinat tersebut tidak dibatasi oleh adanya koordinat peta.



Tingkat akurasi GCP sangat tergantung pada jenis GPS yang digunakan dan jumlah contoh GCP terhadap lokasi dan waktu pengambilan. Lokasi ideal untuk pengambilan GCP adalah sudut jalan, perempatan jalan, perpotongan jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna menyolok, persimpangan rel dengan jalan dan benda/ monumen/ bangunan yang mudah diidentifikasi atau dikenal. Perlu dihindari pohon, bangunan, dan tiang listrik selain sulit diidentifikasi juga kesamaannya yang tinggi (Darmawan 2008).

Rektifikasi merupakan suatu proses mentransformasi data dari suatu sistem grid menggunakan transformasi grid atau proses koreksi/perbaikan geometrik citra yang belum terkoreksi yang sudah memiliki titik titik referensi (GCP). Posisi piksel input tidak persis sama dengan piksel outpunya oleh karena itu perlu dilakukan ekstrapolasi nilai data untuk mengisi citra baru dari nilai piksel asilnya.


Alasan melakukan rektifikasi adalah untuk membandingkan dua citra atau lebih untuk lokasi tertentu, membangun SIG dan melakukan pemodelan spasial, membandingkan citra dengan data spasial lainnya yang mempunyai skala yang berbeda, membuat peta dengan skala yang teliti, meletakkan lokasi-lokasi pengambilan training area sebelum melakukan klasifikasi, melakukan overlay citra dengan data-data spasial lainnya, membuat mozaik citra, dan melakukan analisis yang memerlukan lokasi geografis dengan presisi yang tepat (Alhamlan 2002).

Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometri ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya yang biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Metode-metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram (histogram adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan. (Projo Danoedoro, 1996).

Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah metode penyesuaian histogram. Pemilihan metode ini dilandasi oleh alasan bahwa metode ini cukup sederhana, waktu yang digunakan untuk pemrosesan lebih singkat dan tidak memerlukan perhitungan matematis yang rumit. Asumsi dari metode ini adalah dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral yang paling rendah seharusnya bernilai 0. Apabila nilai ini ternyata melebihi angka 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai offset dan koreksi dilakukan dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut dengan offset-nya.


Koreksi Topografi

Koreksi topografi (topographic correction) disebabkan oleh pengaruh sudut elevasi matahari, sehingga menyebabkan perubahan pencahayaan pada permukaan bumi karena sifat dan kepekaan objek menerima tenaga dari luar tidak sama serta perubahan radiasi permukaan objek disebabkan oleh perubahan sudut pengamatan sensor. Perubahan radiasi permukaan objek menyebabkan perubahan kecerahan citra. Perubahan sudut penyinaran matahari terhadap zenit dan jarak matahari ke bumi mempengaruhi irradiasi matahari yang sampai ke objek di permukaan bumi, sehingga menyebabkan perubahan pada nilai piksel pada rekaman gambar di permukaan bumi. Oleh karena itu, koreksi topografi bertujuan untuk mengembalikan nilai keabuan elemen gambar (piksel) pada nilai yang sebenarnya (Purwadhi, 2008). Untuk melakukan koreksi nilai piksel tersebut diperlukan informasi mengenai besar dan arah sudut matahari (sudut zenit dan azimut matahari), serta informasi mengenai besar dan arah kemiringan piksel (slope dan aspek dari piksel).

sumber:

Resume praktikum SIP


Merubah Koordinat Dari DMS (Derajat, Menit, Detik) Ke Desimal


Untuk merubah koordinat DMS (derajat, Menit, Detik) ke desimal adalah sebagai berikut:

koordinat desimal = derajat + (menit/60) + (detik/3600)
Contoh:
Jika anda membaca pada layar tertera, E : 109o22’14″ dan S : 7o14’22″
artinya, E : 109 derajat 22 menit 14 detik dan S : 7 derajat 14 menit 22 detik. Maka diperoleh angka desimal :
E : 109 + (22/60) + (14/3600) = 109.370556 dan S : 7 + (14/60) + (22/3600) = 7.239444
Jangan lupa untuk menambahkan minus (-) pada koordinat latitude untuk lokasi yang berada di sebelah selatan garis equator.
Jadi, koordinat desimal yang didapat adalah :
Longitude (X) : 109.370556
Latitude (Y) : -7.239444

Registrasi Peta Raster pada ArcGIS

Sebelum suatu peta/gambar raster seperti peta hasil scanning atau yang di download dari internet agar dapat di olah di software Sistem Informasi Geografis, terlebih dahulu peta tersebut harus di registrasi. Registrasi pada ArcGIS desktop caranya seperti ini:
  1. Buka peta raster yang akan diolah
  2. Aktifkan Georeferencing Toolbars melalui Tools > Costumize > Centang pada Georeferencing
  3. Pilih minimal 3 atau 4 titik pada perpotongan garis koordinat, catat koordinat desimal yang pada notepad (Koordinat decimal didapatkan dari gridlines X dan Y yang berpotongan). Untuk peta raster biasanya koordinat dalam bentuk derajat, konversi dahulu koordinat derajat menjadi desimal.
  4. Klik icon Add Control Point dan titik kan pas pada perpotongan koordinat > klik kanan dan input X and Y, masukkan koordinat yang dicatat pada notepad tadi dan klik ok dan peta telah dapat dipakai untuk digitasi.

sumber:

Kamis, 25 April 2013

SISTEM INFORMASI PERENCANAAN


SISTEM INFORMASI PERENCANAAN

Dalam GIS ada 2 sistem koordinat yang biasa digunakan, yaitu koordinat geografi (GCS) dan UTM (Universal Transverse Mercator) / sistem koordinat proyeksi.

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFI
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ab/WorldMapLongLat-eq-circles-tropics-non.png/450px-WorldMapLongLat-eq-circles-tropics-non.png

http://bits.wikimedia.org/static-1.22wmf1/skins/common/images/magnify-clip.png
Peta Bumi yang menunjukkan garis-garis lintang (horizontal) dan bujur (vertikal)
Sistem koordinat geografi digunakan untuk menunjukkan suatu titik di Bumi berdasarkan garis lintang dan garis bujur.

GCS merupakan sistem koordinat yang mengacu terhadap bentuk bumi sesungguhnya yakni mendekati bola (ellipse). Posisi objek di permukaan bumi didefinisikan berdasarkan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude).

Garis lintang adalah garis vertikal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan equator/garis khatulistiwa. Sedangkan Garis bujur adalah garis horizontal yang mengukur sudut suatu titik dengan titik nol bumi yakni Greenwich di London Britania Raya. Unit satuan dari GCS adalah derajat.
http://img525.imageshack.us/img525/8676/gcs.png
Garis lintang (latitude) terbagi menjadi dua yakni Lintang Utara (00 s/d 900)dan Lintang Selatan (00 s/d -900). Garis bujur (longitude) juga terbagi menjadi dua yakni Bujur Barat (00 s/d 1800) dan Bujur Timur (00 s/d -1800).

Penulisan koordinat pada GCS mengikuti kaidah dalam sistem koordinat kartesius yakni x,y dengan titik (0,0) pada perpotongan garis khatulistiwa dan greenwich. Garis lintang merepresentasikan posisi y dan garis bujur merepresentasikan posisi x. Unit satuan GCS bisa juga ditulis dalam DMS (Degree Minute Second) dengan 1 derajat = 60 menit dan 1 menit = 60 detik.
http://ahmadirfanaw.files.wordpress.com/2011/12/652px-latitude_and_longitude_of_the_earth-svg.png?w=630&h=328
Suatu titik di Bumi dapat dideskripsikan dengan menggabungkan kedua pengukuran tersebut.
Misal : 6° 10′ 12.9” Lintang Selatan (LS)  106° 49′ 27.0” Bujur Timur (BT) adalah lokasi dari “Istana Merdeka”

Pembacaan : “Enam derajat, sepuluh menit, dua belesa koma sembilan detik Lintang Selatan. Seratus enam derajat, empat puluh sembilan menit, duapuluh tujuh koma nol, Bujur Timur”
Setiap 60 detik, nilai menit naik satu angka, begitu juga setelah nilai menit berjumlah 60, nilai derajat naik satu angka. begitu seterusnya.

Ada tiga jenis format koordinat yang digunakan di GPS
·      hddd.ddddd°= Degrees.degrees (derajat koma derajat)
·      hddd°mm.mmm’= Degrees minutes.minutes (derajat menit koma menit)
·      hddd°mm’ss.s”= Degrees minutes seconds.seconds (derajat menit detik koma detik)

kita bebas memilih yang mana, karena nilainya sama hanya beda penulisan. akan tetapi yang paling praktis adalah jenis yang nomer 1. yaitu ”derajat koma derajat”

Untuk mengkonversi jenis kordinat hddd°mm’ss.s” ke kordinat hddd°mm.mmm’ dan ke koordinat hddd.ddddd° adalah dengan cara sebagai berikut :

Contoh :
6° 10′ 12.9” Lintang Selatan (LS)  106° 49′ 27.0” Bujur Timur (BT)
Konversi ke koordinat hddd°mm.mmm’ :
6° (10+12.9/60)’ = 6° 10.215′ LS 
106° (49+27.0/60)’ = 106° 49.45′ BT

Konversi ke koordinat hddd.ddddd° :
6+((10/60)+(12.9/3600))° = 6.17025° LS 
106+((49/60)+(27.0/3600))° = 106.824167° BT

Konversi koordinat hddd.ddddd°  ke koordinat hddd°mm.mmm’ :
6.17025° = 0,17025*60% = 0,10215

dua angka dibelakang koma dipisah dengan titik sehingga menjadi 0,10.215 kemudian angka 0 diganti dengan angka di depan koma (dalam contoh ini 6) maka hasil akhirnya 6° 10.215′

Lintang Selatan dan Bujur Barat juga dapat ditulis dengan nilai “Negatif” sehingga koordinat “Istana Merdeka” di atas dapat ditulis juga : -6.17025106.824167

SISTEM PROYEKSI KOORDINAT

Sistem Proyeksi Koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) adalah rangkaian proyeksi Transverse Mercator untuk global dimana bumi dibagi menjadi 60 bagian zona.
Setiap zona mencangkup 6 derajat bujur (longitude) dan memiliki meridian tengah tersendiri. Berbeda dengan koordinat geografi yang satuan unitnya adalah derajat, koordinat UTM menggunakan satuan unit meter. Setiap zona memiliki panjang x sebesar 500.000 meter dan panjang y sebesar 10.000.000 meter.

Proyeksi ini menjadi dasar koordinat sistem global yang pada awalnya dikembangkan untuk keperluan militer, namun sekarang sudah dipakai lebih luas.
Sehingga, zona 1 pada koordinat UTM dimulai dari 1800 BB-1740BB, kemudian dilanjutkan dengan zona 2 yang dimulai dari 1740BB-1680 BB, zona 3 dimulai dari 1680 BB-1620 BB, dst sedangkan  untuk batas lintang dibagi berdasarkan nilai 8 derajat.
 

Untuk Indonesia yang berada pada posisi 900BT - 1440BT dan 110LS - 60LU terbagi ke dalam 9 zona UTM yaitu zona 46 – 54
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3zPEHTvrlienaAKjoWC5_vW1cE4U7hmAehs7Hna8Bi7KZ7pIDXo01GcPwxHEwev3rymM3vDfMh8zL5ZYiipQ0mV3L_-SvAUokq0eRZPpvY4UJD0UEI5jvetDFaeIdq5wXhl0NKuJebzk/s320/UTM_Zone.jpg
UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal. Dengan ketentuan sebagai berikut:
  • Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut meridian standar dengan faktor skala 1.
  • Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180° BT dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.
  • Perbesaran di meridian tengah = 0,9996.
  • Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84° LU dan 80° LS.
Pada Gambar 96 berikut ditunjukkan perpotongan silinder terhadap bola bumi dan gambar XYZ menujukkan penggambaran proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi.
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/e/e7/Pemetaan96.jpg
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/6/6e/Pemetaan97.jpg

Pada kedua gambar tersebut, ekuator tergambar sebagai garis lurus dan meridian-meridian tergambar sedikit melengkung. Karena proyeksi UTM bersifat konform, maka paralel-paralel juga tergambar agak melengkung sehingga perpotongannya dengan meridian membentuk sudut siku. Ekuator tergambar sebagai garis lurus dan dipotong tegak lurus oleh proyeksi meridian tengah yang juga terproyeksi sebagai garis lurus melalui titik V dan VI. Kedua garis ini digunakan sebagai sumbu sistem koordinat (X,Y) proyeksi pada setip zone.
Sistem grid pada proyeksi UTM terdiri dari garis lurus yang sejajar meridian tengah. Lingkaran tempat perpotongan silinder dengan bola bumi tergambar sebagai garis lurus. Pada daerah I, V, II dan III, VI, IV gambar proyeksi mengalami pengecilan, sedangkan pada daerah IA, IIB, IIIC dan IVD mengalami perbesaran.
Garis tebal dan garis putus - putus pada gambar menunjukkan proyeksi lingkaranlingkaran melalui I, II, III dan IV yang tidak mengalami distorsi setelah proyeksi.

GEOREFERENSI 

Georeferensi merupakan proses untuk membawa citra/image ke dalam sistem koordinat tertentu (projected maupun geographic). Proses ini biasanya digunakan pada data peta raster hasil scanning sebelum didigitasi. Proses georeferensi juga biasa disebut proses registrasi citra.
Langkah-langkah : 
1. Klik Add Data  
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/a.png
2. Pada dialog Add Data pilih data raster yang akan di-register.
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/b.jpg
3.  Muncul dialog Create pyramids. Klik Yes.  
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/c.jpg
4.  Muncul peringatan bahwa data tidak memiliki informasi spatial reference (sistem koordinat). Klik OK.  
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/d.jpg
5. Peta raster otomatis muncul di layar. 
6. Tambahkan toolbar georeferensi. Klik menu View – Toolbars – Georeferensi.
7. Klik tool Zoom In, kemudian klik pada peta 3x sehingga tampilan peta membesar.
8. Klik menu Window – Magnifier sehingga muncul jendela pembesar.
9. Atur tampilan sehingga pojok kiri atas berada di tengah data view, kemudian drag window Magnifier tepat di tengah pojok peta.
10. Klik tombol Add Control Points di toolbar Georeferensi 
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/f.jpg
11. Klik tepat pada pojok kiri atas peta , kemudian klik-kanan di sembarang tempat. Pilih option Input X and Y ...   
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/g.jpg

12.  Pada dialog Enter Coordinates isikan nilai yang sesuai 
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/h.jpg
13.  Ulangi proses nomor 11 – 12 untuk tiap pojok / tempat lain yang diketahui nilai koordinatnya dalam sistem koordinat tertentu. 
Perhatikan :
Setelah memberikan titik kontrol yang ke-2 gambar peta di layar akan menghilang. Hal ini disebabkan karena pilihan Auto Adjust aktif sehingga peta langsung ditransformasi dengan kedua titik kontrol tasi. Untuk menampilkan kembali : klik dropdown Georeferensi – Fit to Display
Isikan nilai berikut untuk ketiga pojok yang lain 
14. Klik menu View – Data Frame Properties ... 
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/j.jpg
15. Pada dialog Data Frame Properties pilih tab Coordinate System. Dari daftar
sistem koordinat pilih Predefined -Geographic Coordinate Systems – World – WGS 1984. Kemudian klik OK.  

http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/k.jpg
16. Klik dropdown Georeferensi – Rectify ...
17. Pada dialog Rectify isikan nilai Cell Size (optional) dan Output Raster hasil
rektifikasi.  
http://i1199.photobucket.com/albums/aa468/qhazrand/l.jpg
18.  Klik OK.
Jika koordinat titik kontrol untuk registrasi peta dalam satuan DMS (Degree,Minutes, Seconds) harus dikonversi ke format Decimal Degree.
Contoh : 120˚ 15’30”= 120 + 15/60 + 30/3600 = 120.2583